Bobblehead Bunny
Happy Apple
Happy Apple
Happy Apple
Happy Apple
SpongeBob SquarePants Patrick Star
SpongeBob SquarePants Patrick Star
SpongeBob SquarePants Patrick Star

Rabu, 28 September 2016

Konsep Konseling

A. Pengertian Konseling
Secara historis pengertian konseling adalah untuk memberi nasehat. Konseling merupakan proses komunikasi antara konselor dan konseli (klien).
Konseling adalah suatu metode yang membantu klien dalam menggunakan proses pemecahan masalah untuk mengatasi masalah serta memudahkan hubungan interpersonal di antara klien, keluarga dan tim kesehatan (Potter & Perry,2005).
Menurut English & English (1958) yang dikutip Sofyan S. Willis konseling adalah hubungan antara  seseorang dengan orang lain, dimana orang tersebut berusaha untuk membantu orang lain agar memahami masalahnya serta dapat memecahkan masalahnya.
Konseling merupakan bantuan yang diberikan konselor kepada klien agar klien dapat memahami masalah yang dialaminya sekaligus mampu untuk menyelesaikannya.
B.     Tujuan Konseling
Tujuan Konseling adalah agar konseli (klien) dapat mengubah perilakunya ke arah yang lebih maju dan lebih baik lagi dengan terlaksananya tugas perkembangan secara optimal. Sedangkan menurut Carl Ransom Rogers (1942) yang dikutip Sofyan S. Willis konseling bertujuan untuk membina kepribadian orang lain secara integral dan berdiri sendiri sehingga orang tersebut memiliki kemampuan untuk memecahkan masalahnya sendiri. Kepribadian yang integral adalah kepribadian yang tidak terpecah artinya adanya kesesuaian antara gambaran tentang diri yang ideal dengan kenyataan diri yang sebenarnya. Kepribadian yang berdiri sendiri adalah kepribadian yang mampu memenntukan pilihannya sendiri yang sesuai dengan kemampuannya dan tidak tergantung pada orang lain. Menurut Corey (1997) dikutip Hartono (2012) tujuan konseling di kategorikan menjadi dua, yaitu tujuan global dan tujuan spesifik. Tujuan global meliputi:
1.   Konseli menjadi lebih menyadari akan dirinya sendiri dan mengurangi penyangkalan terhadap dirinya sendiri.
2.   Konseli menerima perasaannya sendiri, menerima tanggung jawab atas siapa dirinya, dan menyadari bahwa dia harus bertanggung jawab atas apa yang dilakukan.
3.   Konseli lebih berpegang pada kekuatan batin dan pribadinya sendiri dan menerima apa yang dimilikinya.
4.   Konseli memperjelas nilai-nilai dirinya sendiri, mengambil pandangan yang lebih jelas atas masalah yang dialami, dan menemukan caranya sendiri dalam menyelesaikan masalahnya.
5.   Konseli mampu menghadapi, mengakui, menerima, dan menangani aspek- aspek dirinya yang terpecah.
6.   Konseli belajar mengambil resiko.
7.   Konseli lebih memercayai dirinya sendiri.
8.   Konseli lebih sadar atas alternatif-alternatif yang menjadi pilihannya dan menerima resiko dari pilihannya.
Sedangkan tujuan  spesifik konseling adalah tujuan konseling yang kongkret, berjangka pendek, dapat diamati, dan dapat diukur.
C.    Langkah-langkah dalam Melakukan Konseling
Langkah langkah dalam konseling meliputi: (Nasir & Muhith, 2011)
1.      Assesment
Assessment merupakan langkah awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi perkembangan klien seperti kesuksesan dan kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya, hubungan interpersonalnya, adaptasi, dan masalahnya. Assessment diperlukan untuk mengidentifikasi serta memilih teknik atau metode yang tepat bagi klien untuk mengubah tingkah lakunya.
2.      Goal setting
Goal setting merupakan langkah untuk merumuskan tujuan akhir dari konseling berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil assessment. Tahapan dalam merumuskan tujuan konseling adalah sebagai berikut :
a.       Konselor dan klien membahas masalah yang dihadapi klien
b.      Klien merumuskan perubahan positif yang ingin dijadikan sebagai hasil akhir konseling
c.       Konselor dan konseli mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan klien apakah tujuan itu realistis, dapat bermanfaat, dan kerugian yang dapat dialaminya.
d.      Konselor dan klien memutuskan apakah akan melanjutkan konseling dengan teknik yang telah ditetapkan, mempertimbangkan tujuan yang akan dicapai.
D.    Teknik Konseling
Ada lima teknik dasar dalam melakukan konseling yaitu: (Sofyan S.Willis, 2004)
1.      Asosiasi bebas
Didalam teknik ini seseorang diupayakan untuk menjernihkan pikirannya dari pengalaman dan pemikiran saat ini, sehingga orang tersebut mudah untuk mengungkapkan pengalaman masa lalunya. Tujuan dari teknik ini adalah agar seseorang dapat mengungkapkan pengalaman masa lalunya dan dapat mengontrol emosi yang berhubungan dengan pengalaman traumatik masa lalunya.
2.      Interpretasi
Interpretasi merupakan upaya konselor untuk mengulas dan menafsikan pikiran, perasaan, dan perilaku klien dengan merujuk pada teori-teori. Tujuan interpretasi adalah untuk memberikan rujukan, pandangan terhadap perilakunya agar klien mengerti dan mengubah tingkah laku yang ingin diubah melalui pemahaman dari hasil rujukan tersebut.
3.      Analisis mimpi
Suatu teknik konseling untuk membuka hal—hal yang tidak disadari oleh seseorang serta memberikan kesempatan kepada orang tersebut untuk melihat masalah-masalah yang belum terpecahkan.
4.      Analisis resistensi
Teknik analisis resistensi ditujukan untuk menyadarkan seseorang terhadap alasan-alasan terjadinya resistensi.
5.      Analisis transferensi
Konselor mengusahakan agar orang lain mengembangkan transferensinya, sehingga akan terungkap neurosisnya terutama pada usia lima tahun pertama. Didalam teknik ini konselor menggunakan sifat-sifat yang netral, objektif, anonym, dan pasif dengan tujuan agar transferensi seseorang dapat terungkap.



Adapun teknik-teknik konseling sebagai berikut : (Nasir &Muhith, 2011)
1.      Latihan asertif
Teknik asertif digunakan untuk melatih klien yang kesulitan dalam menyatakan bahwa tindakannya adalah benar. Latihan ini berguna untuk membantu klien yang tidak mampu mengungkapkan perasaannya.
2.      Desensitisasi sistematis
Desensitisasi sistematis adalah teknik konseling yang berfokus untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajari klien untuk rileks. Keuntungan teknik ini adalah dapat menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif.
3.      Pengondisian aversi
Pengondisian aversi digunakan untuk menghilangkan kebiasaan atau perilaku yang buruk dari klien. Tujuan dari teknik ini adalah meningkatkan kepekaan klien untuk mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.
4.      Pembentukan tingkah laku model
Teknik ini digunakan untuk membentuk perilaku klien yang baru serta memperkuat perilaku yang sudah terbentuk. Konselor menunjukan kepada klien tentang tingkah laku model.
5.      Covert Sensitization
Teknik ini digunakan untuk memperbaiki perilaku klien yang menyenangkan tetapi menyimpang seperti homoseks, alkoholisme yaitu dengan cara menganjurkan klien untuk membayangkan perilaku yang menyenangan tersebut. Pada saat itu juga klien ddianjurkan untuk membayangkan sesuatu yang tidak menyenangkan untuknya.
6.      Thought Stopping
Teknik ini digunakan untuk klien yang merasa cemas. Teknik ini dilakukan dengan cara menutup matanya dan membayangkan dirinya sedang mengatakan sesuatu yang tidak menyenangkan bagi dirinya. Saat klien membayangkan dirinya sedang mengatakan sesuatu yang tidak menyenangkan baginya konselor segera menepis dengan cara berkata “berhenti”. Teknik ini harus dilakukan berulang kali sampai klien mampu untuk menghentikan pikiran yang menganggunya.

E.     Keterampilan dalam Konseling
Didalam melakukan konseling ada beberapa keterampilan dasar yang dapat digunakan: (Sofyan S.Willis, 2004)
1.      Perilaku attending
Yaitu perilaku yang mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik adalah mengkombinasikan ketiga komponen tersebut sehingga memudahkan konselor untuk membuat klien terlibat dalam pembicaraan dan terbuka. Attending yang dilakukan dengan baik dapat memberikan keuntungan, yaitu :
a.       Dapat meningkatkan harga diri klien
b.      Menciptakan suasana yang aman
c.       Memudahkan klien dalam mengekspresikan perasaanya secara terbuka.
Berikut ini merupakan perilaku attending yang baik.
a.          Kepala; mengangguk jika setuju
b.         Ekspresi wajah; tenang, ceria, senyum
c.          Posisi tubuh; agak condong kearah klien, jarak antara konselor dank lien agak dekat, duduk saling berhadapan.
d.         Tangan; menggunakan tangan sebagai isyarat, menggunakan gerakan tangan untuk menekannkan suatu ucapan tertentu.
e.          Mendengarkan; memberikan perhatian penuh, menunggu ucapan kilen hingga selesai, diam.
Adapun perilaku attending yang tidak baik;
a.          Kepala; kaku
b.         Wajah; kaku, melamun, mengalihkan pandangan, tidak melihat klien saat klien berbicara, mata melotot.
c.          Posisi tubuh; tegak kaku, bersandar, jarak antara klien dan konselor terlalu jauh, duduk saling berpaling.
d.         Memutuskan pembicaraan, konselor berbicara terus tanpa memberikan kesempatan bagi klien untuk berbicara.
e.          Perhatian; terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar
2.      Empati
Empati merupakan kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan klien. Empati dilakukan bersamaan dengan perilaku attending.
Empati dibagi menjadi dua macam yaitu;
a.    Empati primer (primary empathy), merupakan bentuk empati yang hanya memahami perasaan, pikiran, keinginan dan pengalaman klien.
b.   Empati tingkat tinggi (advanced accurate empathy); merupakan bentuk empati yang memahami perasaan, pikiran, keinginan dan pengalaman klien lebih dalam serta melakukan sentuhan kepada klien yang akan menciptakan rasa saling percaya yang lebih dalam sehingga klien dapat  mengungkapkan perasaannya secara terbuka dan bebas.
Didalam melakukan empati konselor harus mampu :
a.    Mengosongkan pikiran dan perasaan pribadi
b.   Memasuki dunia klien
c.    Melakukan empati primer dengan mengatakan :
-       “Saya dapat merasakan apa yang sedang anda rasakan.”
-       “Saya dapat memahami pikiran anda.”
-       “Saya mengerti keinginan anda.”
d.   Melalukan empati tingkat tinggi dengan mengatakan :
-    “Saya merasakan apa yang anda rasakan, dan saya ikut terluka dengan pengalaman anda.”
3.      Refleksi
Refleksi merupakan keterampilan konselor untuk mengembalikan kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman klien.
Ada tiga jenis dari refleksi yaitu :
a.    Refleksi perasaan
Merupakan keterampilan konselor untuk dapat merefleksikan perasaan klien sebagai hasil pengamatan verbal dan nonverbal.
Untuk melakukan refleksi perasaan dapat menggunakan kalimat berikut :
-       “Barangkali anda merasa…..”
-       “Nampaknya yang anda katakana adalah….”
b.   Refleksi pengalaman
Merupakan keterampilan konselor untuk merefleksikan pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan verbal dan nonverbal.
Untuk melakukan refleksi pengalaman dapat menggunakan kalimat berikut :
-          “Adakah yang anda maksudkan suatu peristiwa…..”
c.    Refleksi pikiran
Merupakan keterampilan konselor untuk merefleksikan ide, pikiran, pendapat  klien sebagai hasil pengamatan perilaku verbal dan nonverbal.
Untuk melakukan refleksi pikiran dapat menggunakan kalimat berikut:
-       “Nampaknya yang akan anda utarakan adalah….”
4.      Eksplorasi
Eksplorasi adalah keterampilan konselor untuk menggali perasaan, pengalaman, dan pikiran klien. Dengan teknik eksplorasi memunngkinkan klien untuk berbicara secara terbuka tanpa rasa takut, tertekan, dan terancam.
5.      Menangkap pesan utama (paraphrasing)
Paraphrasing akan memudahkan klien memahami ide, perasaan, dan pengalamannya, konselor perlu menangkap pesan utama apa yang disampaikan klien  dan mengatakan kembali secara sederhana dan disampaikan kembali kepada klien dengan bahasa konselor sendiri.
Tujuan dari paraphrasing yaitu :
a.    Mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor bersamanya dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakn klien.
b.   Memberi arah wawancara konseling.
c.    Meringkas apa yang dikatakan klien.
d.   Mengecek kembali apa yang disampaikan klien.
Untuk melakukan paraphrasing dapat menggunakan kalimat :
-       “Adakah yang anda katakan bahwa….”
6.      Bertanya untuk membuka percakapan
Untuk memudahkan membuka pembicaraan konselor harus memiliki keterampilan bertanya dalam bentuk open-ended yang memungkinkan munculnya pernyataan-pernyataan baru dari klien. Untuk memulai pembicaraan, hindari menggunakan kata mengapa dan apa sebabnya dalam bertanya kepada klien. Pertanyaan-pertanyaan terbuka (open-ended) yang baik dimulai dengan kalimat berikut :
-          “Apakah saudara merasa ada sesuatu yang ingin kita bicarakan?”
-          “Bagaimana perasaan anda saat itu?”
-          “Bolehkan saya meminta waktu lima menit sebelum anda pergi?”
7.      Bertanya Tertutup
Tujuan dari keterampilan bertanya tertutup adalah :
a.       Mengumpulkan informasi
b.      Memperjelas sesuatu
c.       Menghentikan perkataan klien yang menyimpang dari pembicaraan
8.      Dorongan minimal
Dorongan minimal adalah suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang dikatakan klien, dan memberikan dorongan singkat seperti mengatakan oh…, ya…, terus…., lalu…., dan…
Dorongan minimal bertujuan untuk membuat klien terus mengungkapkan perasaannya sehingga tujuan pembicaraan dapat tercapai. Penggunaan dorongan minimal dilakukan pada saat klien kelihatan akan menghentikan apa yang dikatakannya.
9.      Interpretasi
Merupakan upaya konselor untuk mengulas dan menafsikan pikiran, perasaan, dan perilaku klien dengan merujuk pada teori-teori. Tujuan interpretasi adalah untuk memberikan rujukan, pandangan terhadap perilakunya agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan tersebut.

10.  Mengarahkan
Konselor mengajak klien berpartisipasi secara penuh di dalam proses konseling.
11.  Menyimpulkan sementara
Supaya pembicaraaan dapat berlanjut secara bertahap dan arah pembicaraan semakin jelas, maka setiap waktu tertentu konselor dank lien perlu menyimpulkan pembicaraan.
Tujuan dari menyimpulkan sementara adalah :
a.    Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan.
b.   Menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap
c.    Meningkatkan kualitas diskusi
d.   Memperjelas pembicaraan
12.  Memimpin
Seorang konselor harus mampu memimpin arah pembicaraan agar pembicaraan tidak menyimpang.
Adapun tujuan dari memimpin adalah:
a.    Klien tidak menyimpang dari focus pembicaraan
b.   Arah pembicaraan lurus kepada tujuan konseling.
13.  Focus
Focus akan membantu klien untuk memusatkan perhatian pada pokok pembicaraan.
14.  Konfrontasi
Konfrontasi merupakan suatu teknik konseling yang digunakan konselor untuk menunjukan adanya ketidaksesuaian antara perkataan dengan bahasa tubuh (perbuatan) klien.
15.  Menjernihkan (Clarifying)
Merupakan suatu keterampilan untuk memperjelas perkataan yang disampaikan klien.
16.  Memudahkan (Facilitating)
Merupakan suatu keterampilan untuk membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaannya.
17.  Diam
Diam merupakan salah satu teknik dari konseling. Diam bukan berarti tidak ada komunikasi akan tetapi tetap ada yaitu melalui perilaku nonverbal.
18.  Mengambil inisiatif
Mengambil inisiatif perlu dilakukan oleh konselor manakala klien kurang bersemangat untuk berbicara dan kurang berpartisipasi dalam proses konseling.
19.  Memberi nasehat
Pemberian nasehat dilakukan apabila klien memintanya. Walaupun demikian konselor harus tetap mempertimbangkan apakah pantas untuk memberi nasehat atau tidak.
20.  Pemberian informasi
Konselor dapat memberikan informasi kepada klien tentang sesuatu yang tidak diketahui klien. Jika konselor tidak mengetahui sesuatu yang ditanyakan klien sebaiknya katakan dengan jujur bahwa tidak mengetahui.
21.  Merencanakan
Diakhir proses konseling seorang konselor harus dapat membantu klien untuk dapat membuat rencana berupa suatu action, perbuatan nyatabagi kemajuan klien.
22.  Menyimpulkan
Konselor membantu klien untuk menyimpulkan hasil pembicaraan selama konseling diakhir sesi konseling.
F.     Hambatan Konseling
1.      Klien hadir dalam konseling secara paksa atau atas desakan dari orang tua ataupun guru.
2.      Konselor bersikap kaku, curiga, kurang bersahabat, terlalu mendominasi dalam proses konseling dan menggunakan kata-kata yang kurang disenangi klien.
3.      Kondisi ruang konseling yang kurang mendukung klien untuk mengungkapkan perasaannya secara terbuka.
4.      Faktor pribadi klien seperti keangkuhan karena jabatan, pangkat, kekayaan dan lain-lain.
5.      Klien tidak mau bicara tentang dirinya dan cenderung diam.
6.      Konselor yang sedang memiliki masalah pribadi sehingga tidak fokus terhadap klien.
G.    Konseling Individual
Konseling individual mempunyai arti hubungan antara konselor dengan klien secara individual dan konselor berusaha untuk memberikan bantuan dalam mengembangkan pribadi klien serta klien mampu untuk mengantisipasi masalah-masalah yang akan dihadapinya.
H.    Konseling Kelompok
Menurut Corey & Corey (2006) yang dikutip Budi Astuti (2012) menjelaskan bahwa konseling kelompok lebih memfokuskan pada permasalahan-permasalahan jangka pendek dan tidak terlalu memperhatikan treatment gangguan perilaku dan psikologi. Menurut Gazda (1978) yang dikutip Budi Astuti (2012) konseling kelompok merupakan proses antara pribadi yang dinamis yang memusatkan pada pemikiran dan tingkah laku yang disadari.
Konseling kelompok merupakan suatu bantuan yang diberikan oleh konselor kepada beberapa konseli dalam satu kelompok yang memiliki sifat penyembuhan, pencegahan dan diarahkan untuk dapat mencapai perkembangan yang optimal.
Interaksi didalam konseling kelompok mengandung banyak unsur terapeutik, konseling kelompok akan efektif jika seluruh anggota kelompok memenuhi kriteria berikut : (Ohlsen,1977 dalam Budi Astuti, 2012)
a.       Menganggap bahwa kelompoknya sangat menarik.
b.      Merasa diterima oleh semua anggota kelompok.
c.       Menyadari apa yang diharapkan oleh anggota kelompok dan apa yang dapat diharapkan dari konselor.
d.      Merasa terlibat.
e.       Merasa aman sehingga mudah dalam membuka diri.
f.       Menerima tanggung jawab.
g.      Bersedia untuk membuka diri.
h.      Memahami perannya sebagai anggota kelompok di dalam kelompok konseling
i.        Berkomunikasi sesuai dengan isi hatinya dan memahami isi hati sesame anggota kelompok.
j.        Dapat menerima umpan balik dari anggota kelompok lain.
k.      Merasa tidak puas terhadap dirinya sendiri, sehingga ada keinginan untuk berubah menjadi lebih baik.
l.        Menaati peraturan yang telah ditetapkan oleh kelompok.
I.       Ruang Lingkup Konseling
Konseling memiliki beberapa ruang lingkup meliputi :
1.      Konseling Pribadi
Merupakan pengembangan kemampuan pribadi klien dalam mengatasi masalah masalah pribadi.
2.      Konseling Sosial
Merupakan pengembangan kemampuan dalam mengatasi permasalahan yang ada di lingkungan sosial meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
3.      Konseling Belajar
Yaitu mengoptimalkan kemampuan dalam mengatasi permasalahan didalam kegiatan proses pembelajaran baik belajar mandiri maupun secara berkelompok.
4.      Konseling Karier
Yaitu konseling yang dilakukan untuk merencanakan dan mempersiapkan karier.

Ruang lingkup konseling dibagi menjadi dua yaitu pelayanan konseling di sekolah dan pelayanan konseling di luar sekolah :
1.   Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah
Sekolah merupakan lembaga formal yang dibentuk untuk menyelenggarakan pendidikan bagi masayarakat. Dalam lembaga sekolah terdapat beberapa bidang kegiatan dan bidang pelayanan bimbingan dan konseling yang memiliki kedudukan dan peranan masing-masing. Bidang-bidang tersebut adalah :
a.       Kurikulum dan pengajaran, yang meliputi semua bentuk pengembangan kurikulum dan pelaksanaan pembelajaran.
b.      Administrasi, merupakan bidang yang memiliki fungsi berkaitan dengan tanggungjawab dan peengambilan kebijakan, serta kegiatan pengelolaan dan administrasi sekolah.
c.       Kesiswaan (bidang bimbingan dan konseling), merupakan bidang yang memiliki fungsi berdasarkan pada pelayanan kesiswaan secara personal sehingga peserta didik dapat menembangkan kemampuannya sesuai dengan bakat, potensi dan minatnya.
2.   Pelayanan bimbingan dan konseling di luar sekolah
Tidak hanya masyarakat yang berada di llingkungan sekolah atau  pendidikan formal saja yang membutuhkan bimbingan dan konseling, tetapi semua masyarakat yang berada di luar lingkungan sekolah pun membutuhkan bimbingan dan konseling. Konseling di luar sekolah meliputi : (Abu Bakar M. Luddin,
a.       Bimbingan dan konseling keluarga
Keluarga merupakan pangkal dari kehidupan masyarakat. Di lingkungan keluargalah seseorang memulai kehidupannya dan mulai belajar untuk menjadi bagian dari masyarakat. Keluarga merupakan salah satu bagian dari hidup manusia yang memberikan pengaruh yang paling besar karena sebagian besar kasus konseling yang dihadapi konselor rata-rata timbul dari adanya masalah keluarga. Sehingga bimbingan dan konseling sangat diperlukan di dalam lingkungan keluarga.
b.      Bimbingan dan konseling dalam lingkungan yang lebih luas
Permasalahan yang dialami individu tidak hanya di lingkungan sekolah dan keluarga melainkan dapat terjadi di luar lingkungan sekolah dan keluarga, seperti masyarakat di lingkungan kerja, lembaga kemasyarakatan, rumah jompo, perusahaan, rumah sakit, panti asuhan, dan lain sebagainya, yang tidaka akan mungkin terhindar dari masalah. Oleh karena itu, di luar lingkungan keluarga dan sekolah diperlukan adanya bimbingan dan konseling.






DAFTAR PUSTAKA
Astuti, B. (2012). Modul konseling individual. Yogjakarta. Universitas Negeri Yogjakarta.
Hartono, & Boy, Soedarmadji.(2012).Psikologi Konseling. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Hikmawati, F. (2014).Bimbingan dan Konseling. Ed.Revisi ke-4. Jakarta: Rajawali Pers.
M. Luddin, Abu Bakar.(2010). Dasar-Dasar Konseling : Tinjauan Teori dan Pratikum.Bandung: Citapustaka Media Perintis.
Nasir, A., Abdul, Muhith.(2011). Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa : Pengantar dan Teori. Jakarta: Salemba Medika.
Potter & Perry. (1997). Fundamental Of Nursing Concept : Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Volume 2. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Sofyan S. Willis, Prof DR.(2004). Konseling Individual:Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta












0 komentar:

Posting Komentar