A. Pengertian
Konseling
Secara historis pengertian konseling adalah untuk
memberi nasehat. Konseling merupakan proses komunikasi antara konselor dan
konseli (klien).
Konseling adalah suatu metode yang membantu klien
dalam menggunakan proses pemecahan masalah untuk mengatasi masalah serta
memudahkan hubungan interpersonal di antara klien, keluarga dan tim kesehatan
(Potter & Perry,2005).
Menurut English & English (1958) yang dikutip
Sofyan S. Willis konseling adalah hubungan antara seseorang dengan orang lain, dimana orang
tersebut berusaha untuk membantu orang lain agar memahami masalahnya serta
dapat memecahkan masalahnya.
Konseling merupakan bantuan yang diberikan konselor
kepada klien agar klien dapat memahami masalah yang dialaminya sekaligus mampu
untuk menyelesaikannya.
B.
Tujuan
Konseling
Tujuan Konseling adalah agar konseli (klien) dapat
mengubah perilakunya ke arah yang lebih maju dan lebih baik lagi dengan
terlaksananya tugas perkembangan secara optimal. Sedangkan menurut Carl Ransom
Rogers (1942) yang dikutip Sofyan S. Willis konseling bertujuan untuk membina
kepribadian orang lain secara integral dan berdiri sendiri sehingga orang
tersebut memiliki kemampuan untuk memecahkan masalahnya sendiri. Kepribadian
yang integral adalah kepribadian yang tidak terpecah artinya adanya kesesuaian
antara gambaran tentang diri yang ideal dengan kenyataan diri yang sebenarnya.
Kepribadian yang berdiri sendiri adalah kepribadian yang mampu memenntukan
pilihannya sendiri yang sesuai dengan kemampuannya dan tidak tergantung pada
orang lain. Menurut Corey (1997) dikutip Hartono (2012) tujuan konseling di
kategorikan menjadi dua, yaitu tujuan global dan tujuan spesifik. Tujuan global
meliputi:
1. Konseli
menjadi lebih menyadari akan dirinya sendiri dan mengurangi penyangkalan
terhadap dirinya sendiri.
2. Konseli
menerima perasaannya sendiri, menerima tanggung jawab atas siapa dirinya, dan
menyadari bahwa dia harus bertanggung jawab atas apa yang dilakukan.
3. Konseli
lebih berpegang pada kekuatan batin dan pribadinya sendiri dan menerima apa
yang dimilikinya.
4. Konseli
memperjelas nilai-nilai dirinya sendiri, mengambil pandangan yang lebih jelas
atas masalah yang dialami, dan menemukan caranya sendiri dalam menyelesaikan
masalahnya.
5. Konseli
mampu menghadapi, mengakui, menerima, dan menangani aspek- aspek dirinya yang
terpecah.
6. Konseli
belajar mengambil resiko.
7. Konseli
lebih memercayai dirinya sendiri.
8. Konseli
lebih sadar atas alternatif-alternatif yang menjadi pilihannya dan menerima
resiko dari pilihannya.
Sedangkan tujuan spesifik konseling adalah tujuan konseling
yang kongkret, berjangka pendek, dapat diamati, dan dapat diukur.
C.
Langkah-langkah
dalam Melakukan Konseling
Langkah langkah dalam konseling meliputi: (Nasir
& Muhith, 2011)
1. Assesment
Assessment
merupakan langkah awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi perkembangan klien
seperti kesuksesan dan kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya, hubungan
interpersonalnya, adaptasi, dan masalahnya. Assessment
diperlukan untuk mengidentifikasi serta memilih teknik atau metode yang
tepat bagi klien untuk mengubah tingkah lakunya.
2. Goal setting
Goal setting merupakan
langkah untuk merumuskan tujuan akhir dari konseling berdasarkan informasi yang
diperoleh dari hasil assessment.
Tahapan dalam merumuskan tujuan konseling adalah sebagai berikut :
a. Konselor
dan klien membahas masalah yang dihadapi klien
b. Klien
merumuskan perubahan positif yang ingin dijadikan sebagai hasil akhir konseling
c. Konselor
dan konseli mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan klien apakah tujuan itu
realistis, dapat bermanfaat, dan kerugian yang dapat dialaminya.
d. Konselor
dan klien memutuskan apakah akan melanjutkan konseling dengan teknik yang telah
ditetapkan, mempertimbangkan tujuan yang akan dicapai.
D.
Teknik
Konseling
Ada
lima teknik dasar dalam melakukan konseling yaitu: (Sofyan S.Willis, 2004)
1. Asosiasi
bebas
Didalam
teknik ini seseorang diupayakan untuk menjernihkan pikirannya dari pengalaman
dan pemikiran saat ini, sehingga orang tersebut mudah untuk mengungkapkan
pengalaman masa lalunya. Tujuan dari teknik ini adalah agar seseorang dapat
mengungkapkan pengalaman masa lalunya dan dapat mengontrol emosi yang berhubungan
dengan pengalaman traumatik masa lalunya.
2. Interpretasi
Interpretasi
merupakan upaya konselor untuk mengulas dan menafsikan pikiran, perasaan, dan
perilaku klien dengan merujuk pada teori-teori. Tujuan interpretasi adalah
untuk memberikan rujukan, pandangan terhadap perilakunya agar klien mengerti
dan mengubah tingkah laku yang ingin diubah melalui pemahaman dari hasil
rujukan tersebut.
3. Analisis
mimpi
Suatu
teknik konseling untuk membuka hal—hal yang tidak disadari oleh seseorang serta
memberikan kesempatan kepada orang tersebut untuk melihat masalah-masalah yang
belum terpecahkan.
4. Analisis
resistensi
Teknik
analisis resistensi ditujukan untuk menyadarkan seseorang terhadap
alasan-alasan terjadinya resistensi.
5. Analisis
transferensi
Konselor
mengusahakan agar orang lain mengembangkan transferensinya, sehingga akan
terungkap neurosisnya terutama pada usia lima tahun pertama. Didalam teknik ini
konselor menggunakan sifat-sifat yang netral, objektif, anonym, dan pasif
dengan tujuan agar transferensi seseorang dapat terungkap.
Adapun teknik-teknik konseling sebagai
berikut : (Nasir &Muhith, 2011)
1. Latihan
asertif
Teknik
asertif digunakan untuk melatih klien yang kesulitan dalam menyatakan bahwa tindakannya
adalah benar. Latihan ini berguna untuk membantu klien yang tidak mampu
mengungkapkan perasaannya.
2. Desensitisasi
sistematis
Desensitisasi
sistematis adalah teknik konseling yang berfokus untuk menenangkan klien dari
ketegangan yang dialami dengan cara mengajari klien untuk rileks. Keuntungan
teknik ini adalah dapat menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara
negatif.
3. Pengondisian
aversi
Pengondisian
aversi digunakan untuk menghilangkan kebiasaan atau perilaku yang buruk dari
klien. Tujuan dari teknik ini adalah meningkatkan kepekaan klien untuk
mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus
tersebut.
4. Pembentukan
tingkah laku model
Teknik
ini digunakan untuk membentuk perilaku klien yang baru serta memperkuat perilaku
yang sudah terbentuk. Konselor menunjukan kepada klien tentang tingkah laku
model.
5. Covert Sensitization
Teknik
ini digunakan untuk memperbaiki perilaku klien yang menyenangkan tetapi
menyimpang seperti homoseks, alkoholisme yaitu dengan cara menganjurkan klien
untuk membayangkan perilaku yang menyenangan tersebut. Pada saat itu juga klien
ddianjurkan untuk membayangkan sesuatu yang tidak menyenangkan untuknya.
6. Thought Stopping
Teknik
ini digunakan untuk klien yang merasa cemas. Teknik ini dilakukan dengan cara
menutup matanya dan membayangkan dirinya sedang mengatakan sesuatu yang tidak
menyenangkan bagi dirinya. Saat klien membayangkan dirinya sedang mengatakan
sesuatu yang tidak menyenangkan baginya konselor segera menepis dengan cara
berkata “berhenti”. Teknik ini harus dilakukan berulang kali sampai klien mampu
untuk menghentikan pikiran yang menganggunya.
E.
Keterampilan
dalam Konseling
Didalam melakukan konseling ada beberapa
keterampilan dasar yang dapat digunakan: (Sofyan S.Willis, 2004)
1. Perilaku
attending
Yaitu
perilaku yang mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan.
Perilaku attending yang baik adalah mengkombinasikan ketiga komponen tersebut
sehingga memudahkan konselor untuk membuat klien terlibat dalam pembicaraan dan
terbuka. Attending yang dilakukan dengan baik dapat memberikan keuntungan,
yaitu :
a. Dapat
meningkatkan harga diri klien
b. Menciptakan
suasana yang aman
c. Memudahkan
klien dalam mengekspresikan perasaanya secara terbuka.
Berikut
ini merupakan perilaku attending yang baik.
a.
Kepala; mengangguk jika setuju
b.
Ekspresi wajah; tenang, ceria, senyum
c.
Posisi tubuh; agak condong kearah klien,
jarak antara konselor dank lien agak dekat, duduk saling berhadapan.
d.
Tangan; menggunakan tangan sebagai
isyarat, menggunakan gerakan tangan untuk menekannkan suatu ucapan tertentu.
e.
Mendengarkan; memberikan perhatian
penuh, menunggu ucapan kilen hingga selesai, diam.
Adapun
perilaku attending yang tidak baik;
a.
Kepala; kaku
b.
Wajah; kaku, melamun, mengalihkan
pandangan, tidak melihat klien saat klien berbicara, mata melotot.
c.
Posisi tubuh; tegak kaku, bersandar,
jarak antara klien dan konselor terlalu jauh, duduk saling berpaling.
d.
Memutuskan pembicaraan, konselor
berbicara terus tanpa memberikan kesempatan bagi klien untuk berbicara.
e.
Perhatian; terpecah, mudah buyar oleh
gangguan luar
2. Empati
Empati
merupakan kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan klien. Empati dilakukan
bersamaan dengan perilaku attending.
Empati
dibagi menjadi dua macam yaitu;
a. Empati
primer (primary empathy), merupakan bentuk empati yang hanya memahami perasaan,
pikiran, keinginan dan pengalaman klien.
b. Empati
tingkat tinggi (advanced accurate empathy); merupakan bentuk empati yang
memahami perasaan, pikiran, keinginan dan pengalaman klien lebih dalam serta
melakukan sentuhan kepada klien yang akan menciptakan rasa saling percaya yang
lebih dalam sehingga klien dapat
mengungkapkan perasaannya secara terbuka dan bebas.
Didalam
melakukan empati konselor harus mampu :
a. Mengosongkan
pikiran dan perasaan pribadi
b. Memasuki
dunia klien
c. Melakukan
empati primer dengan mengatakan :
- “Saya
dapat merasakan apa yang sedang anda rasakan.”
- “Saya
dapat memahami pikiran anda.”
- “Saya
mengerti keinginan anda.”
d. Melalukan
empati tingkat tinggi dengan mengatakan :
- “Saya
merasakan apa yang anda rasakan, dan saya ikut terluka dengan pengalaman anda.”
3. Refleksi
Refleksi
merupakan keterampilan konselor untuk mengembalikan kepada klien tentang
perasaan, pikiran, dan pengalaman klien.
Ada
tiga jenis dari refleksi yaitu :
a. Refleksi
perasaan
Merupakan
keterampilan konselor untuk dapat merefleksikan perasaan klien sebagai hasil
pengamatan verbal dan nonverbal.
Untuk
melakukan refleksi perasaan dapat menggunakan kalimat berikut :
- “Barangkali
anda merasa…..”
- “Nampaknya
yang anda katakana adalah….”
b. Refleksi
pengalaman
Merupakan
keterampilan konselor untuk merefleksikan pengalaman-pengalaman klien sebagai
hasil pengamatan verbal dan nonverbal.
Untuk
melakukan refleksi pengalaman dapat menggunakan kalimat berikut :
-
“Adakah yang anda maksudkan suatu
peristiwa…..”
c. Refleksi
pikiran
Merupakan
keterampilan konselor untuk merefleksikan ide, pikiran, pendapat klien sebagai hasil pengamatan perilaku
verbal dan nonverbal.
Untuk
melakukan refleksi pikiran dapat menggunakan kalimat berikut:
- “Nampaknya
yang akan anda utarakan adalah….”
4. Eksplorasi
Eksplorasi
adalah keterampilan konselor untuk menggali perasaan, pengalaman, dan pikiran
klien. Dengan teknik eksplorasi memunngkinkan klien untuk berbicara secara
terbuka tanpa rasa takut, tertekan, dan terancam.
5. Menangkap
pesan utama (paraphrasing)
Paraphrasing
akan memudahkan klien memahami ide, perasaan, dan pengalamannya, konselor perlu
menangkap pesan utama apa yang disampaikan klien dan mengatakan kembali secara sederhana dan
disampaikan kembali kepada klien dengan bahasa konselor sendiri.
Tujuan
dari paraphrasing yaitu :
a. Mengatakan
kembali kepada klien bahwa konselor bersamanya dan berusaha untuk memahami apa
yang dikatakn klien.
b. Memberi
arah wawancara konseling.
c. Meringkas
apa yang dikatakan klien.
d. Mengecek
kembali apa yang disampaikan klien.
Untuk melakukan paraphrasing dapat
menggunakan kalimat :
- “Adakah
yang anda katakan bahwa….”
6. Bertanya
untuk membuka percakapan
Untuk
memudahkan membuka pembicaraan konselor harus memiliki keterampilan bertanya
dalam bentuk open-ended yang
memungkinkan munculnya pernyataan-pernyataan baru dari klien. Untuk memulai
pembicaraan, hindari menggunakan kata mengapa
dan apa sebabnya dalam bertanya
kepada klien. Pertanyaan-pertanyaan
terbuka (open-ended) yang baik dimulai dengan kalimat berikut :
-
“Apakah saudara merasa ada sesuatu yang
ingin kita bicarakan?”
-
“Bagaimana perasaan anda saat itu?”
-
“Bolehkan saya meminta waktu lima menit
sebelum anda pergi?”
7. Bertanya
Tertutup
Tujuan
dari keterampilan bertanya tertutup adalah :
a. Mengumpulkan
informasi
b. Memperjelas
sesuatu
c. Menghentikan
perkataan klien yang menyimpang dari pembicaraan
8. Dorongan
minimal
Dorongan
minimal adalah suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang dikatakan
klien, dan memberikan dorongan singkat seperti mengatakan oh…, ya…, terus…., lalu…., dan…
Dorongan
minimal bertujuan untuk membuat klien terus mengungkapkan perasaannya sehingga
tujuan pembicaraan dapat tercapai. Penggunaan dorongan minimal dilakukan pada
saat klien kelihatan akan menghentikan apa yang dikatakannya.
9. Interpretasi
Merupakan
upaya konselor untuk mengulas dan menafsikan pikiran, perasaan, dan perilaku
klien dengan merujuk pada teori-teori. Tujuan interpretasi adalah untuk
memberikan rujukan, pandangan terhadap perilakunya agar klien mengerti dan
berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan tersebut.
10. Mengarahkan
Konselor
mengajak klien berpartisipasi secara penuh di dalam proses konseling.
11. Menyimpulkan
sementara
Supaya
pembicaraaan dapat berlanjut secara bertahap dan arah pembicaraan semakin
jelas, maka setiap waktu tertentu konselor dank lien perlu menyimpulkan
pembicaraan.
Tujuan
dari menyimpulkan sementara adalah :
a. Memberikan
kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah
dibicarakan.
b. Menyimpulkan
kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap
c. Meningkatkan
kualitas diskusi
d. Memperjelas
pembicaraan
12. Memimpin
Seorang
konselor harus mampu memimpin arah pembicaraan agar pembicaraan tidak
menyimpang.
Adapun
tujuan dari memimpin adalah:
a. Klien
tidak menyimpang dari focus pembicaraan
b. Arah
pembicaraan lurus kepada tujuan konseling.
13. Focus
Focus
akan membantu klien untuk memusatkan perhatian pada pokok pembicaraan.
14. Konfrontasi
Konfrontasi
merupakan suatu teknik konseling yang digunakan konselor untuk menunjukan
adanya ketidaksesuaian antara perkataan dengan bahasa tubuh (perbuatan) klien.
15. Menjernihkan
(Clarifying)
Merupakan
suatu keterampilan untuk memperjelas perkataan yang disampaikan klien.
16. Memudahkan
(Facilitating)
Merupakan
suatu keterampilan untuk membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara
dengan konselor dan menyatakan perasaannya.
17. Diam
Diam
merupakan salah satu teknik dari konseling. Diam bukan berarti tidak ada
komunikasi akan tetapi tetap ada yaitu melalui perilaku nonverbal.
18. Mengambil
inisiatif
Mengambil
inisiatif perlu dilakukan oleh konselor manakala klien kurang bersemangat untuk
berbicara dan kurang berpartisipasi dalam proses konseling.
19. Memberi
nasehat
Pemberian
nasehat dilakukan apabila klien memintanya. Walaupun demikian konselor harus
tetap mempertimbangkan apakah pantas untuk memberi nasehat atau tidak.
20. Pemberian
informasi
Konselor
dapat memberikan informasi kepada klien tentang sesuatu yang tidak diketahui
klien. Jika konselor tidak mengetahui sesuatu yang ditanyakan klien sebaiknya
katakan dengan jujur bahwa tidak mengetahui.
21. Merencanakan
Diakhir
proses konseling seorang konselor harus dapat membantu klien untuk dapat
membuat rencana berupa suatu action, perbuatan
nyatabagi kemajuan klien.
22. Menyimpulkan
Konselor
membantu klien untuk menyimpulkan hasil pembicaraan selama konseling diakhir
sesi konseling.
F.
Hambatan
Konseling
1. Klien
hadir dalam konseling secara paksa atau atas desakan dari orang tua ataupun
guru.
2. Konselor
bersikap kaku, curiga, kurang bersahabat, terlalu mendominasi dalam proses
konseling dan menggunakan kata-kata yang kurang disenangi klien.
3. Kondisi
ruang konseling yang kurang mendukung klien untuk mengungkapkan perasaannya
secara terbuka.
4. Faktor
pribadi klien seperti keangkuhan karena jabatan, pangkat, kekayaan dan
lain-lain.
5. Klien
tidak mau bicara tentang dirinya dan cenderung diam.
6. Konselor
yang sedang memiliki masalah pribadi sehingga tidak fokus terhadap klien.
G.
Konseling
Individual
Konseling individual mempunyai arti hubungan antara
konselor dengan klien secara individual dan konselor berusaha untuk memberikan
bantuan dalam mengembangkan pribadi klien serta klien mampu untuk
mengantisipasi masalah-masalah yang akan dihadapinya.
H.
Konseling
Kelompok
Menurut Corey & Corey (2006) yang dikutip Budi
Astuti (2012) menjelaskan bahwa konseling kelompok lebih memfokuskan pada
permasalahan-permasalahan jangka pendek dan tidak terlalu memperhatikan treatment gangguan perilaku dan
psikologi. Menurut Gazda (1978) yang dikutip Budi Astuti (2012) konseling
kelompok merupakan proses antara pribadi yang dinamis yang memusatkan pada
pemikiran dan tingkah laku yang disadari.
Konseling kelompok merupakan suatu bantuan yang
diberikan oleh konselor kepada beberapa konseli dalam satu kelompok yang
memiliki sifat penyembuhan, pencegahan dan diarahkan untuk dapat mencapai
perkembangan yang optimal.
Interaksi didalam konseling kelompok mengandung
banyak unsur terapeutik, konseling kelompok akan efektif jika seluruh anggota
kelompok memenuhi kriteria berikut : (Ohlsen,1977 dalam Budi Astuti, 2012)
a. Menganggap
bahwa kelompoknya sangat menarik.
b. Merasa
diterima oleh semua anggota kelompok.
c. Menyadari
apa yang diharapkan oleh anggota kelompok dan apa yang dapat diharapkan dari
konselor.
d. Merasa
terlibat.
e. Merasa
aman sehingga mudah dalam membuka diri.
f. Menerima
tanggung jawab.
g. Bersedia
untuk membuka diri.
h. Memahami
perannya sebagai anggota kelompok di dalam kelompok konseling
i.
Berkomunikasi sesuai dengan isi hatinya
dan memahami isi hati sesame anggota kelompok.
j.
Dapat menerima umpan balik dari anggota
kelompok lain.
k. Merasa
tidak puas terhadap dirinya sendiri, sehingga ada keinginan untuk berubah
menjadi lebih baik.
l.
Menaati peraturan yang telah ditetapkan
oleh kelompok.
I.
Ruang
Lingkup Konseling
Konseling memiliki beberapa ruang lingkup meliputi :
1. Konseling
Pribadi
Merupakan
pengembangan kemampuan pribadi klien dalam mengatasi masalah masalah pribadi.
2. Konseling
Sosial
Merupakan
pengembangan kemampuan dalam mengatasi permasalahan yang ada di lingkungan
sosial meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
3. Konseling
Belajar
Yaitu
mengoptimalkan kemampuan dalam mengatasi permasalahan didalam kegiatan proses
pembelajaran baik belajar mandiri maupun secara berkelompok.
4. Konseling
Karier
Yaitu konseling yang
dilakukan untuk merencanakan dan mempersiapkan karier.
Ruang lingkup konseling dibagi menjadi dua yaitu
pelayanan konseling di sekolah dan pelayanan konseling di luar sekolah :
1. Pelayanan
bimbingan dan konseling di sekolah
Sekolah
merupakan lembaga formal yang dibentuk untuk menyelenggarakan pendidikan bagi
masayarakat. Dalam lembaga sekolah terdapat beberapa bidang kegiatan dan bidang
pelayanan bimbingan dan konseling yang memiliki kedudukan dan peranan
masing-masing. Bidang-bidang tersebut adalah :
a. Kurikulum
dan pengajaran, yang meliputi semua bentuk pengembangan kurikulum dan
pelaksanaan pembelajaran.
b. Administrasi,
merupakan bidang yang memiliki fungsi berkaitan dengan tanggungjawab dan
peengambilan kebijakan, serta kegiatan pengelolaan dan administrasi sekolah.
c. Kesiswaan
(bidang bimbingan dan konseling), merupakan bidang yang memiliki fungsi
berdasarkan pada pelayanan kesiswaan secara personal sehingga peserta didik
dapat menembangkan kemampuannya sesuai dengan bakat, potensi dan minatnya.
2. Pelayanan
bimbingan dan konseling di luar sekolah
Tidak
hanya masyarakat yang berada di llingkungan sekolah atau pendidikan formal saja yang membutuhkan
bimbingan dan konseling, tetapi semua masyarakat yang berada di luar lingkungan
sekolah pun membutuhkan bimbingan dan konseling. Konseling di luar sekolah
meliputi : (Abu Bakar M. Luddin,
a. Bimbingan
dan konseling keluarga
Keluarga
merupakan pangkal dari kehidupan masyarakat. Di lingkungan keluargalah
seseorang memulai kehidupannya dan mulai belajar untuk menjadi bagian dari
masyarakat. Keluarga merupakan salah satu bagian dari hidup manusia yang
memberikan pengaruh yang paling besar karena sebagian besar kasus konseling
yang dihadapi konselor rata-rata timbul dari adanya masalah keluarga. Sehingga
bimbingan dan konseling sangat diperlukan di dalam lingkungan keluarga.
b. Bimbingan
dan konseling dalam lingkungan yang lebih luas
Permasalahan
yang dialami individu tidak hanya di lingkungan sekolah dan keluarga melainkan
dapat terjadi di luar lingkungan sekolah dan keluarga, seperti masyarakat di
lingkungan kerja, lembaga kemasyarakatan, rumah jompo, perusahaan, rumah sakit,
panti asuhan, dan lain sebagainya, yang tidaka akan mungkin terhindar dari
masalah. Oleh karena itu, di luar lingkungan keluarga dan sekolah diperlukan
adanya bimbingan dan konseling.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, B. (2012). Modul konseling individual. Yogjakarta. Universitas Negeri
Yogjakarta.
Hartono, & Boy, Soedarmadji.(2012).Psikologi Konseling. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Hikmawati, F. (2014).Bimbingan dan Konseling. Ed.Revisi ke-4. Jakarta: Rajawali Pers.
M. Luddin, Abu Bakar.(2010). Dasar-Dasar Konseling : Tinjauan
Teori dan Pratikum.Bandung: Citapustaka Media
Perintis.
Nasir, A., Abdul, Muhith.(2011). Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa :
Pengantar dan Teori. Jakarta:
Salemba Medika.
Potter & Perry. (1997). Fundamental Of Nursing Concept : Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Volume 2. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Sofyan S. Willis, Prof DR.(2004). Konseling Individual:Teori dan
Praktek. Bandung: Alfabeta
0 komentar:
Posting Komentar